Dzikir dan do’a adalah sebaik-baik amalan yang dapat mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabb-nya. Ia merupakan kunci semua kebaikan yang diinginkan seorang hamba di dunia dan akhirat. Kapan saja Alah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kunci ini kepada seorang hamba, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menginginkan ia membukanya. Dan jika Allah menyesatkannya, maka pintu kebaikan terasa jauh darinya, sehingga hatinya gundah gulana, bingung, pikiran kalut, depresi, lemah semangat dan keinginannya. Apabila ia menjaga dzikir dan do’a serta terus berlindung kepada Allah, maka hatinya akan tenang, sebagaimana firman Allah :
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. [Ar Ra’du:28].
Dan ia akan mendapat keutamaan serta faidah yang sangat banyak di dunia dan akhirat.[1]
Allah berfirman menjelaskan arti penting dan kedudukan dzikir dalam banyak ayatnya, diantaranya:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّآئِمِينَ وَالصَّآئِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أّعَدَّ اللهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. [Al Ahzaab:35].
Dan firmanNya:
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. [Al Ahzaab:41].
فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَآءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَالَهُ فِي اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek-moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang mendo'a: "Ya, Rabb kami. Berilah kami kebaikan di dunia," dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. [Al Baqarah:200].
Demikian juga dalam banyak hadits, Rasulullah telah menjelaskan secara gamblang arti penting dan kedudukan dzikir bagi diri seorang muslim, diantaranya:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
Dari Abu Musa , ia berkata: Telah bersabda Nabi n ,”Permisalan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir, (ialah) seperti orang yang hidup dan mati.” [2]
Dan hadits Beliau yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِيرُ فِي طَرِيقِ مَكَّةَ فَمَرَّ عَلَى جَبَلٍ يُقَالُ لَهُ جُمْدَانُ فَقَالَ سِيرُوا هَذَا جُمْدَانُ سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ
Dari Abu Hurairah, Beliau berkata,”Al mufarridun telah mendahului,” mereka bertanya,”Siapakah al mufarridun, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,”Laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir.” [3]
Oleh karena itu dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah (adzkaar nabawiyah) memiliki kedudukan dan arti penting yang tinggi bagi seorang muslim; sehingga banyak ditulis kitab dan karya tulis yang beraneka ragam tentang permasalahan ini. Namun seorang muslim diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang telah disyari’atkannya; karena dzikir merupakan bagian dari ibadah. Dan ibadah hanyalah dibangun di atas dasar tauqifiyah (berdasar kepada dalil wahyu) dan ittiba’ (mencontoh Rasulullah)’ tidak menuruti hawa nafsu dan kehendak hati semata.
Untuk itu Ibnu Taimiyah berkata,”Tidak diragukan lagi, adzkaar (dzikir-dzikir) dan do’a-do’a merupakan ibadah yang utama. Sedangkan ibadah dibangun di atas dasar tauqifiyah dan ittiba’; tidak menurut hawa nafsu dan kebid’ahan. Sehingga do’a-do’a dan adzkar nabawiyah merupakan dzikir dan do’a yang paling harus dicari oleh pencarinya. Pelakunya berada di jalan yang aman dan selamat. Sedangkan faidah dan hasil yang diperoleh tidak dapat diungkap dengan kata-kata, dan lisan tidak dapat mencakupnya. Adzkaar yang lainnya ada kalanya diharamkan atau makruh, atau terkadang berisi kesyirikan yang banyak tidak diketahui oleh orang bodoh. Permasalahan ini cukup panjang penjabarannya.
Seseorang tidak diperbolehkan membuat sebuah dzikir atau do’a yang tidak dicontohkan Rasulullah, dan menjadikannnya sebagai ibadah ritual yang dilakukan oleh manusia secara rutin, seperti rutinitas shalat lima waktu. Ini jelas kebid’ahan dalam agama yang dilarang Allah. Berbeda dengan do’a yang dilakukan seseorang, kadang-kadang tidak rutin dengan tidak menjadikannya sunnah untuk manusia; maka, jika ini tidak diketahui mengandung makna yang haram, tidak boleh dipastikan keharamannya. Akan tetapi, terkadang ada keharaman padanya, sedangkan manusia tidak merasakannya. Ini sebagaimana seorang berdo’a ketika genting, dengan do’a-do’a yang ia ingat pada waktu itu. Ini dan yang semisalnya hampir sama. Adapun mengambil wirid-wirid (ma’tsurat, Pent.) yang tidak disyari’atkan dan membuat-buat dzikir yang tidak syar’i, maka ini terlarang. Demikian do’a-do’a dan dzikir syar’i, berisi permintaan yang agung lagi benar. Tidak meninggalkannya dan beralih kepada dzikir-dzikir bid’ah yang dibuat-buat, kecuali orang bodoh atau lemah atau melampaui batas.”[4]
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/3030/slash/0
Selasa, 22 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar