Jika kita melihat judul di atas, bisakah kita berbicara
dengan Allah SWT? Sementara seperti kita ketahui, Nabipun hanya
beberapa yang dapat langsung berbicara dengan Allah. Seperti Nabi Adam
as atau dari belakang tabir seperti Nabi Musa as dan Rasulullah Muhammad
SAW ketika di sidhrotul muntaha.
Bisakah kita manusia biasa?
Allah berfirman dalam Alquran: “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian
mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah
berkata-kata dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.”
(QS. Al Baqarah, 2 : 253)
Dalam ayat yang lain: “Dan rasul-rasul
yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan
rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah
telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An Nisa, 4 : 164)
“Tidak
adalah bagi manusia, bahwa Allah bercakap-cakap dengan dia, kecuali
dengan wahyu atau dari belakang tabir, atau Dia utus seorang
utusan(malaikat) lalu utusan itu mewahyukan dengan izinNya apa-apa yang
dikehendakiNya. Sesungguhnya Dia Maha tinggi lagi Maha bijaksana.” (QS.
Asy Syuro, 42 : 51)
Jadi tidaklah mungkin seorang manusia dapat
bercakap-cakap dengan Allah SWT. Jadi bagaimana jika kita ingin curhat
kepada Allah? Seorang ulama menyebutkan “Jika kita ingin berbicara
kepada Allah, berdo’alah/sholatlah. Dan jika kita ingin mendengar Allah
maka bacalah Alquran.” Karena sesungguhnya Allah Maha Mendengar Maha
melihat, Maha mengetahui yang Nampak dan yang tersembunyi.”
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Al Hajj, 22 : 61)
Berkenaan
dengan ini, pernah datang seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang
bertanya: "Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat atau
memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?"
Nabi
SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini sebagai jawaban terhadap
pertanyaan itu, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (QS. Al
Baqoroh, 2 : 186)
Menurut riwayat lain, ayat ini turun berkenaan
dengan sabda Rasulullah SAW, "Janganlah kalian berkecil hati dalam
berdoa, karena Allah SWT telah berfirman "Ud'uuni astajiibu lakum" yang
artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku akan
mengijabahnya (QS. Al Mu’minun, 40 : 60). Berkatalah
salah seorang di antara
mereka: "Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan
mendengar doa kita atau bagaimana?" Sebagai jawabannya, turunlah ayat
ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir yang bersumber dari Ali)
Dalam
Hadis Qudsi dijelaskan bagaimana kita sebenarnya “berbicara” dengan
Allah ketika kita sedang sholat, atau lebih tepatnya ketika kita membaca
surah Al Fatihah.
Allah Ta’ala berfirman, “Aku membagi sholat
antara Aku dan hambaKu menjadi dua bagian, dan bagi hambaKu apa – apa
yang dia minta. Maka apabila ia mengucapkan (Alhamdullillahi Rabbil
‘Alamiin) – Allah Ta’ala berfirman : hamdani 'abdi HambaKu telah
memujiKu.
Dan apabila ia mengucapkan (Arrahmaanirrahiim) – Alloh Ta’ala berfirman :'Atsna alayya 'abdi HambaKu telah menyanjungKu.
Dan
apabila ia mengucapkan (Maaliki Yaumiddiin) – Ia berfiman : HambaKu
telah memuliakanKu, dalam riwayat lain: Majjadani abdi HambaKu telah
mengagungkanKu.
Maka apabila ia mengucapkan (Iyyaaka Na’budu Wa
Iyyaaka Nastai’en) – Ia berfirman : Hadza bayni wa bayna abdi, wa li
abdi ma sa’ala Ini adalah antara Aku dan antara hambaKu, dan bagi
hambaKu apa yang ia minta.
Maka apabila ia mengucapkan
(Ihdinash-shiraathal Mustaqiim Shiraathalladziina An’amta ‘Alaihim
Ghoiril Maghduubi ‘Alaihim Waladhdhoolliin) – Ia berfiman :Hadza li
abdi,wali 'abdi ma saalaIni adalah untuk hambaKu dan bagi hambaKu apa
yang ia minta” (HR. Muslim, hadist no 904)
karena itu
perbanyaklah doa, karena doa itu ibadah dan Allah mendengar doa-doa
kita. Dan perbanyaklah mendengar atau membaca kalam Allah yaitu Al
Qur’an. Dengan demikian kita seakan-akan terus “berdialog dan berbicara”
dengan Allah dalam keseharian kita. Semoga kita termasuk orang-orang
yang diridhoi Allah SWT. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin.
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, Ustaz Erick Yusuf: Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)
Twitter: @erickyusuf
Kamis, 24 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar