Pesta itu baru saja usai. Kerabat dan kenalan kembali ke rumah
masing-masing. Pengusaha muda yang sukses itu baru saja mengadakan acara
tasyakuran peresmian dua rumah yang baru saja dibelinya. Dua rumah yang
bersebelahan itu berada di sebuah kompleks perumahan mewah.
Semua
ikut merasa gembira mensyukuri rezeki yang dianugerahkan Allah SWT
kepada pengusaha muda itu. Semua tahu 10 tahun lalu hidupnya masih
susah. Ia tinggal di rumah kontrakan, penghasilan pas-pasan, ke
mana-mana naik angkutan umum. Sekarang ia punya ruko, beberapa buah
mobil, dan perusahaan yang sedang maju pesat.
Sehabis shalat
Zuhur, pengusaha muda itu mengantarkan bapak kandung dan ibu tirinya ke
terminal bus antar provinsi. Ibu kandungnya sudah lama meninggal dunia.
Setelah itu, dia meluncur kembali ke rumah. Rupanya Allah berkehendak
lain. Tiba-tiba ia terkena serangan jantung dan nyawanya tidak
tertolong.
Pengusaha muda yang baru berumur 42 tahun itu
meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Segera para kerabat
diberi tahu. Banyak yang tidak percaya, baru kemarin berkumpul bersama
dengan penuh gelak tawa.
Pada malam ketiga setelah kematian
almarhum, diada kan lah musyawarah keluarga menyangkut warisan. Sesuai
dengan hukum waris Islam, pembagiannya mudah saja. Bapak dari almarhum
dapat 1/6. Istri dapat 1/8 bagian dan anak-anak (satu laki-laki dan tiga
perempuan) dapat sisanya dengan komposisi anak laki-laki dapat dua
bagian anak perempuan.
Sang bapak akan mendapat warisan yang
lumayan banyak. Sudah terbayang dalam pikiran orang tua itu bahwa uang
tersebut akan digunakan untuk membangun masjid, pergi haji sekali lagi,
sebagian akan dibagikannya kepada anak-anak saudara almarhum. Tapi, yang
terjadi sungguh di luar dugaan. Istri almarhum keberatan memberikan
bagian warisan kepada mertuanya.
Begitulah sisi buruk manusia,
keserakahan segera muncul mengalahkan kepatuhannya terhadap hukum Allah.
Padahal, peninggalan almarhum sangat banyak, lebih dari cukup untuk
keperluan pendidikan anak-anak.
Sudah banyak kerabat
mengingatkan, seperenam peninggalan almarhum tidak halal dimilikinya
karena itu bukan haknya. Tapi, dia tetap kukuh pada keputusannya, hingga
orang tua itu meninggal dunia tujuh tahun kemudian tanpa pernah
menerima bagiannya.
Perempuan itu mencoba bertahan membesarkan
anak sendirian. Dia takut menikah lagi karena khawatir dapat suami yang
akan menghabisi hartanya. Tetapi, karena tidak memiliki ilmu dan
pengalaman, di tangannya perusahaan suaminya lama-lama semakin menurun.
Akhirnya,
dia putuskan menikah dengan harapan dapat suami yang akan
mendampinginya mengelola perusahaan. Sayang dia tertipu, ternyata suami
barunya penjudi. Perusahaan jatuh bangkrut dan kekayaannya habis tak
bersisa. Bisnis berhenti, sementara utang menumpuk di bank. Demikianlah,
harta yang haram tidak akan mendatangkan berkah, bahkan bisa membawa
habis harta yang halal.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Yunahar Ilyas
Kamis, 24 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar