Jujur adalah sifat luhur dan terpuji. Sifat ini sangatlah penting ada
pada setiap individu, apakah ia rakyat biasa, lebih-lebih sebagai
penguasa. Kejujuran seseorang, selain akan mendatangkan ketentraman bagi
dirinya, juga akan memberikan keadilan dan ketenangan bagi orang lain.
Nabi Saw bersabda: "Maka sesungguhnya jujur adalah ketenangan dan bohong
adalah keraguan. (HR. Tirmidzi).
Bertindak jujur memang tidaklah
mudah. Apalagi ketika ketamakan duniawi, yang meliputi gengsi, posisi,
dan upeti, sudah merasuki diri. Orang seperti ini akan menghalalkan
segala cara, termasuk berdusta, demi tercapainya hasrat dan keinginan
nafsunya. Demi untuk mendapatkan dunia, orang rela menukar-balikkan
fakta. Menukar kebenaran dengan kebohongan, begitu juga sebaliknya.
Hal
ini sesuai dengan prediksi Rasulullah Saw.: “Akan datang kepada manusia
tahun-tahun yang penuh tipu daya, di masa itu para pendusta dibenarkan
omongannya sedangkan orang-orang jujur didustakan, di masa itu para
pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang terpercaya justru tidak
dipercaya, dan pada masa itu muncul Ruwaibidlah, ditanyakan kepada
beliau saw. apa itu Ruwaibidlah? Rasul menjawab: Seorang yang bodoh
(yang dipercaya berbicara) tentang masalah rakyat/publik”. (HR. Ibnu
Majah).
Kejujuran seorang pemimpin atau pejabat akan menjadi
lebih urgen dari orang atau rakyat biasa karena kejujurannya secara
positif akan berpengaruh besar terhadap orang banyak, seperti akan
terealisasinya pemerataan pembangunan dan kesejahteraan ekonomi. Dan
sebaliknya, kebohongan seorang penguasa akan berdampak besar bagi rakyat
banyak, tentu dalam bentuknya yang negatif, seperti melonjaknya angka
pengangguran dan kemiskinan.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi
Saw.: "Senantiasalah kamu berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran
membawa kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan membawa ke surga.
Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur,
akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur.
Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada
kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang
senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi
Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Bukhari Muslim).
Karena
pentingnya nilai sebuah kejujuran ini, maka Imam Ibnul Qayyim berkata,
“Iman asasnya adalah kejujuran dan nifaq asasnya adalah kedustaan.” Hal
ini sesuai dengan sebuah hadits Nabi, di mana para sahabat pernah
bertanya: "Ya Rasulullah, 'Apakah ada orang beriman yang pendusta?'
Beliau menjawab, 'Tidak.’ (HR. Malik).
Dan hadits Nabi yang lain yang menyatakan bahwa dusta merupakan tanda
dari kemunafikan. Rasulullah bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada
tiga perkara, yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia
memungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Bukhari).
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Cucu Surahman MA
Kamis, 24 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar