Air mata mengalir dari jiwa yang merintih. Nurani tercabik, terkoyak
tersayat pedih, menyaksikan keadaan umat yang seakan kehilangan
kesadaran perjuangan untuk meneruskan warisan suci ini—risalatul
nabawiyyah yang mengibarkan panji–panji cinta rahmatan lil alamin. Umat
bagaikan berada di negeri yang asing.
Semangat berjamaah,
dimaksudkan untuk mengutamakan cinta kasih penuh persaudaraan di
tengah-tengah perbedaan. Tanpa semangat itu, demokrasi akan menjadi
anarki, dan mazhab menjadi tuhan. Orang-orang kuat akan menjadi serigala
yang siap memangsa orang lemah dan dilemahkan.
Naiklah ke
puncak-puncak peradaban masa lalu. Ambil dan reguklah hikmahnya, niscaya
akan kita dapati betapa jauhnya kita dari jalan nubuwwah (kenabian). Kita adalah umat raksasa yang berjalan dalam kegelapan kehilangan pemandunya.
Umat
kehilangan tangan dan tak mampu lagi mengubah peradaban manusia. Bahkan
kehilangan keberanian untuk menampakkan kemuliaan akhlak. Karena
masing-masing diantara kita telah memadamkan pelita jiwa persaudaraan,
membuang semen perekat yang akan merakit bangunan kemuliaan akhlak.
Saat ini, umat Islam bagaikan terlena dalam gemuruh ornamental atau
hiasan duniawi yang diimpor dari pusat-pusat pergerakan non-Muslim.
Sumber daya alam yang melimpah telah digadaikan. Karena kebodohan dan
etos kerja yang lemah. Jiwa kita dirasuki khayalan-khayalan yang
menjerumuskan pada kenikmatan yang sesaat.
Persis seperti yang diuntai sebuah peribahasa. “Naharuka ya maghrus sahwun wa ghoflatun wa lailuka naumun warroda laka lazim.”
(Siang hari kamu lupa bekerja dan lalai, wahai orang yang tertipu.
Sedangkan malam hari kamu lelap tertidur merenda mimpi merajut
khayal—sungguh celaka tak terelakkan).
Perutmu kenyang, sedangkan
tepat di sekitar rumah istanamu ada sepenggal hati yang merintih
kelaparan. Bibirmu bergetar menghapalkan ayat dan nilai persaudaraan,
padahal jiwamu penuh dengan egoisme dan permusuhan.
Kalau saja
umat Islam terjaga dari tidurnya, niscaya mereka memahami makna akidah
sebagai keberpihakan penuh (kaffah). Mulai dari niat, bersikap dan
bersiasat haruslah berpihak pada Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman, "Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali agama Allah dan janganlah kamu bercerai berai... " (QS. Ali Imran: 103).
Qum fa andzir,
bangunlah dari mimpimu! Berhentilah berkeluh kesah mencaci maki
kegelapan. Lebih baik engkau menyalakan pelita yang mungkin berguna bagi
mereka yang mencari pengharapan. Tebarkan iman dengan cinta, ubahlah
dunia dengan prestasi. Jadikan hidupmu penuh arti. Dan bila sudah punya
arti, bolehlah bersiap untuk mati. Dan bila datang hari perjumpaan,
basahkan bibirmu mengucap puji Ilahi Rabbi; Laa ilaha illallah!
Sumber : republika Oleh: Ustadz Toto Tasmara
Kamis, 24 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar